Minggu, 01 April 2012

KEBIJAKAN KEBUDAYAAN

KEBIJAKAN KEBUDAYAAN

Indonesia sebagai sebuah negara dalam realitasnya terpisah pada beberapa bagian dan tingkatan, dari segi geografis dipisahkan oleh lautan dengan beratus-ratus pulau besar dan beribu-ribu pulau kecil. Kadangkalanya banyak pulau yang belum diberi nama, bahkan belakangan ini dua pulau yang berada di kawasan Kalimantan telah menjadi milik Negara Malaysia. Dari perspektif kewilayahan tampak pembagian
Indonesia Bagian Timur dan Indonesia Bagian Barat, atau kawasan perkotaan dan perdesaan. Realitas itu menyebabkan pula kewargaan penduduk Indonesia berbeda-beda dari segi kebudayaan. Pengelompokkan kewargaan serupa itu diwujudkan dalam satuansatuan etnik. Menurut kajian Hildred Geetz (1963), terdapat 300 kelompok etnik dan 250 jenis bahasa. Yang setiap kelompok etnik itu memiliki identitas kebudayaan sendiri, termasuk di dalamnya bahasa-bahasa yang digunakannya. Paling tidak menurut Koentjaraningrat (1971), dari keanekaragaman itu dapat dikategorikan atas 6 tipe sosial budaya masyarakat Indonesia, yaitu:
1. Masyarakat yang mata pencahariannya didasarkan kepada sistem berkebun yang amat sederhana, dengan keladi dan ubi jalar sebagai tanaman utamanya dalam gabungan dengan berburu dan meramu, sedangkan azas kemasyarakatnnya adalah berupa desa terpencil tanpa diferensiasi dan stratifikasi sosial yang tegas.
2. Masyarakat perdesaan yang mata pencahariannya berazaskan kepada bercocok tanam di ladang atau sawah dengan padi sebagai tanaman utama, sistem dasar kemasyarakatan adalah komunitas petani, sebagai kesatuan masyarakat petani. Selain itu, masyarakatnya berorientasi kepada arah kehidupan kota, karena masyarakat seperti ini merasa dirinya sebagai bagian dari suatu kebudayaan yang lebih besar, yaitu kebudayaan kota, dari keadaan itu terwujud suatuperadaban kepegawaian atau pekerja yang diperkenalkan oleh para misionaris dan zending, atau penyebar agama dan gelombang pengaruh agama Islam tidak dialaminya.
3. Masyarakat perdesaan yang berazaskan kepada pencaharian di ladang atau sawah dengan padi sebagai tanaman utama, orientasi pada masyarakat kota yang mengarahkan segala perhatiannya untuk mewujudkan suatu peradaban bekas kerajaan dagang, pengaruh kuat dari agama Islam bercampur dengan peradaban kepegawaian atau pekerja yang diperkenalkan oleh sistem pemerintahan kolonial.
4. Masyarakat perdesaan yang berazaskan mata pencaharian bersawah dengan padi sebagai tanaman utama; sistem kemasyarakatan sebagai komunitas petani yang diikuti oleh makin berperannya diferensiasi dan stratifikasi sosial yang rumit. Masyarakat ini mewujudkan suatu peradaban bekas kerajaan pertanian yang bercampur baur dengan peradaban kepegawaian, atau pekerja, yang diperkenalkan oleh pemerintahan kolonial. Dalam masyarakat seperti itu gelombang pengaruh kebudayaan asing telah dialaminya, bahkan turut pula mempengaruhi kebudayaannya.
5. Masyarakat kekotaan, yang bercirikan sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan, dalam masyarakat ini semua kebudayaan asing amat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakatnya.
6. Masyarakat metropolitan, yang berazaskan kepada kehidupan perdagangan danindustri, sehingga semua kehidupan masyarakatnya bersandar kepada aktivitasperdagangan dan industri, sebagian masyarakat itu diwarnai oleh kehidupanpemerintahan dengan jumlah aparat pemerintahan yang banyak serta berbaur dengan kesibukan politik. Di dalam masyarakat metropolitan seperti itu banyak pula orang yang berasal dari luar negara, atau orang asing. Apabila tahun 1971, Profesor Koentjaraningrat membagi masyarakat Indonesiadalam 6 tipe sosial budaya, sebagai perwujudan keanekaragaman itu, atau dilakukan jauh sebelumnya menurut pengelompokkan yang berazaskan kepada 19 daerah hukum adat, maka tahun 1985-1993 sebagai dasar dari keanekaragaman itu diwujudkan dalam 3 golongan suku-bangsa (Koentjaraningrat, 1993; J. Garna, 1993), yaitu: (1) suku-bangsa; (2) keturunan asing; dan (3) masyarakat terasing yang kini dikenal dengan sebutan komunitas adat terpencil. Kelompok suku-bangsa menunjukkan bahwa semua suku-bangsa yang memiliki daerah asal di dalam wilayah Indonesia, seperti suku-bangsa Minangkabau, Jawa, dan Sunda. Lain halnya dengan keturunan asing, kelompok masyarakat yang dianggap tidak memiliki daerah asal di Indonesia, karena daerah asal mereka berada di luar negeri (Cina, Arab, dan India). Golongan masyarakat yang ketiga, masyarakat terasing, adalah mereka yang dianggap penduduk yang masih hidup dalam tahap kebudayaan sederhana, dan biasanya masih bertempat tinggal dalam lingkungan hidup yang terisolasi.
Dengan demikian, tidaklah menutup kemungkinan apabila mengabaikan segi masyarakat dan kebudayaan serupa itu, maka dapat menimbulkan konflik antarsuku-bangsa dan agama seperti telah terjadi di masa-masa sebelum ini, yang berwujud pemberontakan: (1) Republik Maluku Selatan; (2) kelompok gerilyawan Bugis, atau dikenal sebagai peristiwa Kapten Andi Azis; (3) Darul Islam di Jawa Barat, yaitu gerakan keagamaan yang bertujuan membentuk negara yang berazaskan Islam; (4) Darul Islam di Sulawesi Selatan; (5) Darul Islam di Kalimantan Selatan (6) Darul Islam di Aceh; (7) Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Barat; dan (8) Permesta di Sulawesi Selatan. Meski menurut Karl D. Jackson (1990), ideologi Islam kurang terbukti sebagai sumbu ledak pemberontakan Darul Islam di Jawa Barat.
Pembelahan penduduk Indonesia juga dapat ditimbulkan oleh adanya pelapisan sosial, maka akan wujud dalam masyarakat strata atas, menengah dan strata bawah. Masyarakat berpendidikan dan tidak berpendidikan, atau masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Pembelahan sosial dan budaya serupa itu, menunjukkan bahwa Bangsa Indonesia memang penduduknya beragam dengan segala ciri-ciri dan sifatsifatnya yang dapat memberikan kesan ke atas suasana gejolak kehidupan sosial.
Profesor De Josselin De Jong, mengungkapkan dua konsep untuk dapat memahami masyarakat di Nusantara, yaitu:
Pertama, menganggap seluruh Kepulauan Indonesia itu sebagai suatu lapangan penelitian etnologi, melalui konsep itu dimaksudkan satu daerah di mana tersebar banyak kebudayaan yang beranekawarna bentuknya, tetapi yang semuanya mengundang perhatian akan betapa sifat dasar itu cukup konsisten, sehingga dapat dilakukan suatu metode perbandingan antara masyarakat-masyarakat yang memiliki sifat-sifat dasar yang sama.
Kedua, konsep mengenai pendiriannya tentang sifat dasar yang secara konsisten melandasi semua aneka warna masyarakat dan kebudayaan yang tersebar di seluruh Nusantara, dan sekaligus merupakan prinsip-prinsip inti susunan dari bentuk masyarakat Nusantara. Karena itulah, melalui pendekatan tersebut, diupayakan penguasaan wilayah atau perluasan teritorial dengan cara “aman”.
Demikian juga halnya tentang Aceh, bukan dilakukan oleh Jenderal Koehler, atau Jenderal-Mayor Deijkerhof yang mengenalkan strategi mengalahkan orang Aceh oleh orang Aceh, melainkan dilakukan oleh seorang bukan militer, yaitu DR Snouck Hurgronje, seorang etnolog yang paham betul masyarakat dan kebudayaan Aceh, sehingga dengan pemahamannya itulah dapat menentukan operasi Jenderal van Heutz mempasifikasi Aceh dalam kesatuan Hindia Belanda. Sederetan daftar keberhasilan pemerintahan kolonial dalam menerapkan kebijakan kebudayaan untuk mengembangkan kekuasaan di Nusantara yang tidak menimbulkan banyak gejolak, sehingga tidak harus dibayar mahal. Itu artinya, pemerintahan kolonial menempatkan musuh menjadi sahabat sebagai strategi kebudayaannya.
Semuanya itu tidaklah dapat dilepaskan dari berbagai kebijakan pembangunan yang mengabaikan kebudayaan, dan dari pemahaman serta keinginan membentuk kebudayaan Indonesia sebagai wahana pengintegrasian bangsa. Kebijakan pembangunan yang selama ini memang untuk memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraan manusia, hanya sayang bahwa dalam hal ini, orang sering lupa, yaitu manusia manakah yang dimaksud. Dalam lingkup Indonesia dengan berbagai macam kebudayaan – masalah ini menjadi masalah yang sangat perlu diperhatikan.
Apa yang dianggap sebagai hidup yang baik oleh orang Sunda tidak selamanya cocok bagi orang Bugis atau Batak; apa yang dipandang menguntungkan oleh orang Minangkabau atau Padang tidak selamanya demikian bagi orang Jawa atau Bali; atau apa yang bernilai bagi orang Melayu belum tentu bernilai bagi orang Banten.
Dalam konteks itu, persoalan integrasi untuk siapa menjadi sangat penting diperhatikan, artinya, kita tidak dapat mengunakan ukuran yang ada pada sistem nilai kita saja, yang biasa menjadi ukuran penentu kebijakan itu. Apakah untuk ukuran baik-buruk, bahagia-celaka atau untung-rugi. Bagaimana pun juga kita perlu memahami betul nilai-nilai yang ada pada masyarakat agar tujuan bernegara tercapai dan sesuai dengan nilai yang ada pada masyarakat itu.
Dengan pemahaman ini, strategi kebudayaan dapat ditentukan dari pandangan atau pemikiran yang ada pada masyarakatnya, sehingga langkah yang akan ditentukan itu mengikuti realitas sosial-budaya yang dihadapi masyarakat. Kematian akibat kelaparan seperti yang terjadi di Papua tidak bakalan terjadi, manakala pengenalan beras sebagai makanan pokok mereka di-introduksi melalui teknik bercocok tanam yang sesuai dengan tuntutan lingkungan alam mereka sendiri. Bukan kebijakan
Dalam konteks itu, hubungan antara sektor modern dan tradisional terpisah yang seolah-olah berjalan sendiri-sendiri tanpa suatu ikatan yang saling menunjang. Itu artinya, antara sektor modern dan tradisonal tiada keterpaduan yang diarahkan kepada jalinan saling menguntungkan. Imbas dari keadaan itu menunjukkan masyarakat dan kebudayaan yang terbentuk oleh situasi tersebut menjurus pada tingkat kehidupan sosial dan budaya yang berbeda satu masa lainnya. Masyarakat pendukung sektor modern semakin maju dan berkembang, sedangkan yang keadaan masyarakat satunya lagi semakin terpuruk dan tertinggal oleh perkembangan dunia modern.
Dari segi ini dilema etnisitas menjadi pemicu bangkitnya solidaritas etnik. Karena itu, seringkali terdengar, bahkan sudah biasa dianjurkan, bahwa persatuan etnik atau suku-bangsa itu sangat diperlukan untuk mencapai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Manurut pendapat dan anjuran itu, menunjukkan bahwa persatuan etnik sudah seharusnya dicapai terlebih dahulu sebelum dicapai persatuan nasional. Hal ini, berarti bahwa persatuan etnik dilihat sebagai satu syarat mutlak untuk mencapai persatuan nasional, kemudian timbul masalahnya ialah apakah pendapat ini bernar?
Kesimpulannya, masalah kebijakan kebudayaan yang terkait dengan integrasi nasional menjadi penting direnungkan kembali setelah sekian puluh tahun masyarakat di Indonesia menjalani kehidupan bernegara. Dalam konteks untuk mencari dasar persatuan melalui gejala empirik tentang: (1) pengentasan kemiskinan tanpa membeda-bedakan etnik; (2) ketidakseimbangan capaian ekonomi di antara etnik dan menghilangkan kesan monopoli terhadap kegiatan ekonomi serta penguasaan penghunian kawasan tempat tinggal oleh suatu golongan atau etnik tertentu; (3) kebebasan dan hak azasi individu yang dijamin dalam perlembagaan; (4) sistem pendidikan diperankan sebagai agen sosialisasi untuk memupuk kepribadian dan kesadaran berbangsa; dan (5) peranan Bahasa Indonesia bukan hanya sebagai alat komunikasi tetapi juga melahirkan satu identitas kebangsaan; (6) serta memupuk kesatuan kebudayaan dalam menghadapi kebudayaan asing yang sedang populer saat ini.

ASPEK SOSIAL BUDAYA

ASPEK SOSIAL BUDAYA
Manfaat komputer itu cukup beragam,mulai sebagai alat bantu menulis,menggambar,mengedit foto,memutar video,memutar lagu,mengolah dan menganalisis data hasil penelitian.
Dalam dunia pendidikan komputer dipakai sebagai alat pelajaran dan digunakan untuk menangani pekerjaan-pekerjaan yang ada pada lembaga-lembaga yang ada pada lembaga pendidikan tersebut.Dalam dunia industri komputer digunakan untuk mengontrol mesin-mesin produksi dengan kecepatan tinggi.Dalam bidang bisnis atau usaha dagang komputer digunakan sebagai mesin cash register yang dilengkapi dengan kontrol komputer.Dalam bidang kesehatan komputer dapat dipakai sebagai alat bantuk untuk mendeteksi suatu penyakit atau kondisi kesehatan pasien.Dalam bidang transportasi komputer dipakai sebagai kontrol dan alat pengintai sehingga penumpang akan merasa aman.Bagi anak-anak komputer dapat dipakai sebagai alat hiburan,misanya dengan memutar lagu,memutar VCD,dan memainkan game.
Bagi para pelajar daan mahasiswa komputer dapat dipakai sebagai alat untuk menyelesaikan tugas-tugas dan mencari informasi yang diperlukan,yaitu dengan mendownload file atau program tertentu yang ada pada internet.Bahkan teknologi informasi dan komunikasi dapat dipakai untuk mengadakan pembicaraan langsung yang saling melihat tayangan gambar pembicaraan secara langsung,sekalipun seorang pembicara berada di Indonesia dan lawan bicaranya di luar negeri.

REVITALISASI KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA.

 REVITALISASI KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA.

Kehidupan sosial budaya saat ini mengalami banyak masalah seperti memudarnya rasa dan ikatan kebangsaan, disorientasi nilai keagamaan, memudarnya kohesi dan integrasi sosial, serta melemahnya mentalitas positif.
"Untuk itu perlu dilakukan revitalisasi," ungkap Siti Noorjannah, salah satu anggota tim perumus dari Muhammadiyah, saat jumpa pers di Kantor PP Muhammadiyah Jakarta, . Dalam jumpa pers tersebut, Muhammadiyah menyatakan perlu dilakukan revitalisasi visi dan karakter bangsa di tiga bidang yaitu politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Siti mengatakan, pudarnya ikatan kebangsaan saat ini ditandai dengan menguatnya primordialisme dampak dari kebebasan politik yang berlebihan, serta apatisme dan individualisme akibat globalisasi yang mendorong penetrasi budaya asing.
"Kebebasan politik yang berlebihan juga melahirkan egoisme dan oportunisme politik yang ditunjukkan dengan perilaku mengutamakan kepentingan partai dari pada bangsa," tegasnya. Disorientasi nilai agama, katanya, ditandai sikap hidup permisif, materialistik, dan sekuler yang berlawanan dengan nilai-nilai agama.
Sedangkan memudarnya kohesi dan integrasi sosial dilihat dari berbagai tindak kekerasan yang terus terjadi dalam masyarakat. "Narkotika, pembunuhan, pelecehan seksual, perdagangan manusia, pornografi, pengerusakan lingkungan yang terus meningkat," tegasnya.

Melemahnya mentalitas positif, paparnya, dilihat dari kecenderungan perilaku instan, tidak disiplin, suka meremehkan masalah, tidak menghargai mutu, kurang bertanggung jawab, dan sebagainya. Untuk itu, kata Siti, ke depan perlu ditingkatkan pendidikan kewarganegaraan dan agama, membangkitkan kembali gotong royong, dan dialog budaya.
"Menanamkan sikap berperilaku positif sejak dini seperti bertindak jujur, disiplin, menghargai waktu, bersih, dan tanggung jawab," ungkapnya. 

sumber  : wikipedia
               kompas.com

MANUSIA DAN CINTA KASIH

  Menurut kamus umum bahasa indonesia karya w.j.s. poerwadarminta, cinta adalah rasa sangat suka(kepada) atau (rasa) sayang (kepada), ataupun (rasa) sangat kasih atau sangat tetarik hatinya. Sedangkan kata kasih artinya perasaan sayang atau cinta kepada atau menaruh belas kasihan. Dengan demikian arti cinta dan kasih hampir bersamaan, sehingga kata kasih memperkuat rasa cinta. Karena itu cinta kasih dapat diartikan sebagai perasaan suka(sayang) kepada seseorang yang disertai dengan menaruh belas kasihan.
    Walaupun cinta kasih mengandung arti hampir bersamaan, namun terdapat perbedaan juga antara keduanya. Cinta lebih mengandung pengertian mendalamnya rasa, sedangkan kasih lebih keluarnya; dengan kata lain bersumber dari cinta yang mendalam itulah kasih dapat diwujudkan secara nyata.
    Cinta memegang peran yang penting dalam kehidupan manusia, sebab cinta merupakan landasan dalam kehidupan perkawinan, pembentukan keluarga dan pemeliharaan anak, hubungan yang erat dimasyarakat, dan hubungan manusiawi yang akrab. Demikian pula cinta adalah pengikat yang kokoh antar manusia dengan tuhannya sehingga manusia menyembah tuhan dengan ikhlas, mengikuti perintahnya, dan berpegang teguh pada syariatnya.
Cinta memiliki tiga tingkatan, yaitu tinggi, menengah dan rendah.
Cinta tingkat tertinggi adalah cinta kepada tuhan.
Cinta tingkat menengah adalah cinta kepada orangtua, anak, saudara, istri atau suami dan kerabat.
Cinta tingkat terendah adalah cinta yang lebih mengutamakan cinta keluarga, kerabat, harta dan tempat tinggal.

Menurut ibnu al-arabi
Mari kita simak pendapat Ibnu al-arabi (tokoh filosofo islam) mengenai rasa cinta. Ibnu al-araby membagi cinta pada 3 tingkatan, yaitu:


1.Cinta Natural. cinta ini bersifat subjektif, kita lebih mementingkan keuntungan diri sendiri. Contohnya, kita dapat mencintai seseorang karna dia telah menolong kita, berbuat baik pada kita. Seperti cintanya seekor kucing pada majikannya karna telah merawatnya.

2.Cinta Supranatural. Cinta ini brsifat objektif, tanpa pamrih. dimana kita akan mencintai seseorang dengan tulus tanpa mengharapkan timbal balik walau masih ada muatan subjektif. Contohnya seperti cintanya seorang ibu pada anaknya, ia rela berkorban apapun dan bgaimanapun caranya demi kebaikan anaknya walaupun tanpa ada balasan (rasa cinta) dari anaknya tersebut. Pada tingkat inilah kita akan mulai memahami pepatah yang menyabutkan “CINTA TAK HARUS MEMILIKI”

3.Cinta Ilahi. Inilah kesempurnaan dari rasa cinta. Kita tidak hanya akan mendahulukan kepentingan objek yand kita cintai,. Lebih dari itu, ketika kita telah mencapai tingkatan ini kita tidak akan lagi melihat diri kita sebagai sesuatu yang kita miliki, penyerahan secara penuh, sirnanya kepentingan pribadi. Kita merasa bahwa apapun yang kita miliki adalah milik objek yang kita cintai.

Menurut KANG ZAIN

1. Cinta berbasis Shodr (lapisan hati luar)

2. Cinta berbasis Qolbu (lapisan hati tengah)

3. Cinta berbasis Fuad (lapisan hati dalam)

Mari kita simak,

1. Cinta berbasis Shodr (lapisan hati luar)

Ciri-cirinya adalah perasaan mudah gelisah, kecenderungan yang ada adalah untuk memiliki bukan untuk memberi. Sifatnya jasadi atau fisik. Dan kental sekali berbau dunia. Ingin punya ini dan ingin punya itu … tapi sering lupa mensyukuri apa yang sudah dimiliki.

2. Cinta berbasis Qolbu (lapisan hati tengah)

Ciri-cirinya adalah perasaan kadang gelisah tapi kadang tenang bahagia. Kadang menikmati tapi kadang menyesali. Kadang inget Tuhan tapi kadang inget kekasih hati ciptaan Tuhan. Perasaannya bolak-balik seperti Qolbu. Jika ia memiliki hati yang bersih maka walaupun ia mencintai makhluk Tuhan, ia tetap paham prosedur syariat yang harus dilewati. Sehingga ia bisa memiliki sesuatu dengan cara yang dirahmati Tuhan.

3. Cinta berbasis Fuad (lapisan hati dalam)

Inilah cinta yang sejati, sangat dalam dan penuh sensasi yang melupakan (dunia). Ia begitu dalam sehingga tidak mudah lepas, bahkan tidak bisa lepas. Hatinya bergantung penuh kepada Tuhan. Ia nyaris lupa akan dunia. Dan itulah yang jadi masalahnya. Ia terkadang lupa akan bajunya yang mungkin saja kurang pantas dilihat. Ia tidak lagi memikirkan penilaian orang terhadapnya. Itu sebabnya ia pun sering beristghfar karena khawatir tidak mampu mencintai Makhluk Tuhan, sehingga ada yang terzalimi karena begitu kuat cintanya kepada Tuhan. Hatinya tenang karena dekat kepada Tuhan, dan hatinya pun gelisah karena ingat dosa-dosanya yang tak mampu dilihatnya. Mungkin saja ia sampai bingung apalagi yang mau di-istighfari, padahal ia sangat menyukai istighfar dan taubat, tapi ia begitu anti berbuat maksiat.

Triangular Theory of Love

Di dalam teori ini, cinta digambarkan memiliki tiga elemen/komponen yang berbeda, yaitu : keintiman (intimacy), gairah/nafsu (passion), dan kesepakatan/komitmen (commitment). Teori ini dikemukakan oleh Robert Sternberg – seorang ahli psikologi. Berbagai gradasi maupun jenis cinta timbul karena perbedaan kombinasi di antara ketiga elemen tersebut. Suatu hubungan interpersonal yang didasarkan hanya pada satu elemen ternyata lebih rapuh daripada bila didasarkan pada dua atau tiga elemen.

Berdasarkan “Triangular Theory of Love” disebutkan beberapa bentuk-bentuk (wajah) cinta, yaitu :

1.       Menyukai (liking) atau pertemanan karib (friendship), yang cuma memiliki elemen intimacy. Dalam jenis ini, seseorang merasakan keterikatan, kehangatan, dan kedekatan dengan orang lain tanpa adanya perasaan gairah/nafsu yang menggebu atau komitmen jangka panjang.

2.       Tergila-gila (infatuation) atau pengidolaan (limerence), hanya memiliki elemen passion. Jenis ini disebut juga Infatuated Love, seringkali orang menggambarkannya sebagai “cinta pada pandangan pertama”. Tanpa adanya elemen intimacy dan commitment, cinta jenis ini mudah berlalu.

3.       Cinta hampa (empty love), dengan elemen tunggal commitment di dalamnya. Seringkali cinta yang kuat bisa berubah menjadi empty love, yang tertinggal hanyalah commitment tanpa adanya intimacy dan passion. Cinta jenis ini banyak dijumpai pada kultur masyarakat yang terbiasa dengan perjodohan atau pernikahan yang telah diatur (Era Siti Nurbaya dan Datuk Maringgih?)

4.       Cinta romantis (romantic love). Cinta jenis ini memiliki ikatan emosi dan fisik yang kuat (intimacy) melalui dorongan passion.

5.       Cinta persahabatan sejati (companionate love). Didapatkan pada hubungan yang telah kehilangan passion tetapi masih memiliki perhatian dan intimacy yang dalam serta commitment. Bentuk cinta seperti ini biasanya terjadi antar sahabat yang berlawanan jenis.

6.       Cinta semu (fatuous love), bercirikan adanya masa pacaran dan pernikahan yang sangat bergelora dan meledak-ledak (digambarkan “seperti angin puyuh”), commitment terjadi terutama karena dilandasi oleh passion, tanpa adanya pengaruh intimacy sebagai penyeimbang.

7.       Cinta sempurna (consummate love), adalah bentuk yang paling lengkap dari cinta. Bentuk cinta ini merupakan jenis hubungan yang paling ideal, banyak orang berjuang untuk mendapatkan, tetapi hanya sedikit yang bisa memperolehnya. Sternberg mengingatkan bahwa memelihara dan mempertahankan cinta jenis ini jauh lebih sulit daripada ketika meraihnya. Sternberg menekankan pentingnya menerjemahkan elemen-elemen cinta ke dalam tindakan (action). “Tanpa ekspresi, bahkan cinta yang paling besar pun bisa mati” kata Sternberg.

8.       Non Love, adalah suatu hubungan yang tidak terdapat satupun dari ketiga unsur tersebut. hanya ada interaksi namun tidak ada gairah, komitmen, ataupun rasa suka.

Study Kasus :

Pernah tidak sih mendengar cerita dari sahabatmu atau temanmu yang bercerita tentang pacarnya ?

Tentang indahnya punya pacar ? tentang bahagia yang di dapatkannya dari sang kekasih hati ? pasti sering kan ? banyak sekali cerita tentang cinta dari yang bahagia hingga yang menyedihkan dan tragis. Tapi itu semua hanya cinta kepada sesama umat manusia.

Pernah tidak mendengar malihat temanmu yang bercerita sambil menangis ketika meninggalkan ibadahnya ? pernah tidak mendengar penyesalan telah meninggalkan kegiatan agamanya ? tentu jarang ! atau mungkin tidak sama sekali.

Inilah bedanya, kadang manusia suka lupa bahwa ia harus lebih mencintai sang penciptanya daripada umat manusia yang juga di ciptakan sang pencipta.

Opini :

Menurut saya apapun jenis cinta, apapun tingkatan cinta itu hanyalah masalah hati. Hati yang menentukan semuanya akan seperti apa, dan akan bagaimana.

Sebagai umat manusia kita harus bersyukur karena masih ada cinta di dunia ini yang bisa mempererat tali persaudaraan, memperbanyak tali silaturahmi dan dapat mecegah tindakan anarkisme terjadi.Memang cinta pada manusia itu buta tapi cinta tidak tuli, masih bisa di dengar kata-kata pujian untuk yang di Cinta. Masih bisa di rasakan perbuatan n perlakuan istimewa untuk yang di cinta.

Sumber : Buku MKDU Ilmu Budaya Dasar, Universitas Gunadarma.
              www.wikipedia.com
              teknolust-agam's blog

ISD SEBAGAI SALAH SATU MKDU

Mata kuliah dasar umum atau Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan ini diperlukan di dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi karena keberadaannya bisa dibilang penting dalam mendampingi mata kuliah utama sesuai jurusan. Adapun mata kuliah dasar ini diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan ketakwaan kepada tuhan yang maha esa, kecerdasan, keterampilan, budi pekerti, kepribadian, dan sebagainya(1). Hal ini menjadi penting agar seorang mahasiswa lulusan perguruan tinggi memiliki keseimbangan dalam berpikir dan bertindak. Hal ini merupakan suatu rangkaian untuk mencapai 3 kemampuan yang diharapkan dari lulusan perguruan tinggi, yaitu:
  1. Memiliki kemampuan profesionalisme: nilai, dan sikap yang memungkinkannya berpartisipasi secara aktif dan cerdas dalam proses politik; Memiliki kemampuan, etos kerja, dan disiplin kerja yang memungkinkannya aktif dan produktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ekonomi;
  2. Memiliki kemampuan akademis: sikap ilmiah untuk dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui kemampuan penelitian dan pengembangan;
  3. Memiliki kemampuan personal: kepribadian yang mantap, berkarakter, dan bermoral, serta berakhlak mulia(2).
Selanjutnya, untuk mewujudkan semua itu maka perlulah pula ilmu sosial dasar (ISD) sebagai salah satu dari mata kuliah dasar umum (MKDU) . Sistem pendidikan kita menjadi suatu yang elit bagi masyarakat kita sendiri sehingga kurang akrab dengan linkungan masyarakat, serta tidak mengenali dimensi-dimensi lain diluar disiplin ilmunya merupakan suatu sebab yang melatarbelakangi perlunya ISD di dalam pelaksanaan pendidikan kita.
ISD adalah pengetahuan yg menelaah masalah-masalah sosial, khususnya masalah-masalah yg diwujudkan oleh masyarakat Indonesia, dengan menggunakan teori-teori (fakta, konsep, teori) yg berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-ilmu sosial (seperti Geografi Sosial, Sosiologi, Antropologi Sosial, Ilmu Politik, Ekonomi, Psikologi Sosial dan Sejarah). ISD merupakan suatu usaha yang dapat diharapkan memberikan pengetahuan umum dan pengetahuan dasar tentang konsep-konsep yg dikembangkan untuk melengkapi gejala2 sosial agar daya tanggap (tanggap nilai), persepsi dan penalaran mahasiswa dalam menghadapi lingkungan sosial dapat ditingkatkan , sehingga kepekaan mahasiswa pada lingkungan sosialnya menjadi lebih besar(3).
Sedangkan, tujuan diberikannya ISD sebagai MKDU tidak lain adalah untuk membantu perkembangan wawasan penalaran dan kepribadian mahasiswa agar memperoleh wawasan yg lebih luas dan ciri-ciri kepribadian yg diharapkan dari sikap mahasiswa, khususnya berkenaan dgn sikap dan tingkah laku manusia dlm menghadapi manusia-manusia lain, serta sikap dan tingkah laku manusia-manusia lain terhadap manusia yg bersangkutan secara timbal balik(3).
Selanjutnya, ISD merupakan suatu ilmu pengetahuan, yang menurut Soerjono Soekanto adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran (logika), sehingga pengetahuan mana akan selalu dapat diperiksa dan diuji secara kritis oleh orang lain(4).
Secara umum ilmu pengetahuan dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok besar yaitu :

  1. Ilmu-ilmu Alamiah ( natural scince ). Ilmu-ilmu alamiah bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam semesta. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah. Caranya ialah dengan menentukan hokum yang berlaku mengenai keteraturan-keteraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan suatu kualitas. Hasil analisis ini kemudian digeneralisasikan. Atas dasar ini lalu dibuat prediksi.
  2. Ilmu-ilmu sosial ( social scince ) . ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk mengkaji keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam hubungan antara manusia. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu-ilmu alamiah. Tapi hasil penelitiannya tidak 100 5 benar, hanya mendekati kebenaran. Sebabnya ialah keteraturan dalam hubungan antara manusia initidak dapat berubah dari saat ke saat.
  3. Pengetahuan budaya ( the humanities ) bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan-kenyataan yang bersifat manusiawi. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode pengungkapan peristiwa-peristiwa dan kenyataan-kenyataan yang bersifat unik, kemudian diberi arti.
Dalam perkembangannya, ISD banyak berkonsentrasi pada urusan masalah sosial, menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya(5). Contohnya antara lain:
- Kejahatan
- Kemiskinan
-
Anti perilaku sosial
- Penyalahgunaan obat
- Penyalahgunaan alkohol
- Ekonomi Perampasan
- Pengangguran


Masalah ini terjadi di hampir tiap daerah di seluruh dunia, namun di beberapa daerah cenderung terjadi lebih sering, dan pada tingkat yang lebih parah(6).

Masalah sosial merupakan sesuatu yang bersifat destruktif yang harus segera disudahi. Walaupun itu berarti tidak mungkin, tapi paling tidak dapat meminimalisirnya. Maka barang tentu dibutuhkan pendidikan ilmu sosial dasar (ISD) sebagai salah satu mata kuliah dasar umum di sekolah (MKDU). Karena seperti kita ketahui, kita tidak dapat mengandalkan hanya berkonsentrasi pada disiplin ilmu tertentu saja untuk menghasilkan seorang terdidik yang berkualitas dan seimbang serta tidak meninggalkan kaidah-kaidah yang berlaku dimasyarakat. Selanjutnya akan lebih baik, kalau ilmu sosial dasar dapat disampaikan di sekolah secara riil dengan penyampaian berdasarkan contoh atau kalau perlu terjun langsung pada praktek. Sehingga tidak hanya berkutat pada bidang teori yang bahwasanya hal itu sangat tidak efektif dan bersifat berputar-putar pada kata-kata yang belum tentu tahu maknanya.
———————————————————————————————————————————————–

  1. Prof.DR.Jusuf Amir Feisal. Reorientasi Pendidikan Islam. http://tinyurl.com/23zj4e5, 25 september 2010
  2. Prof, Dr. H. Soedijarto, MA, Guru Besar (EM) UNJ, Ketua Umum ISPI, Ketua DD CINAPS,Anggota Forum Konstitusi. Makna Mengembangkan Kemampuan dalam membentuk watak. http://tinyurl.com/28zka6y, 25 september 2010
  3. Achmad Sulfikar. Ilmu Sosial dasar – definisi. http://sulfikar.com/ilmu-sosial-dasar-defenisi-kuliah-i.html. 26 september 2010
  4. Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. http://organisasi.org/definisi-pengertian-sosiologi-objek-tujuan-pokok-bahasan-dan-bapak-ilmu-sosiologi, 26 september 2010
  5. Soerjono Soekanto/ Definisi. Pengertian Masalah Sosial dan Jenis/Macam Masalah Sosial Dalam Masyarakat. http://organisasi.org/definisi-pengertian-masalah-sosial-dan-jenis-macam-masalah-sosial-dalam-masyarakat, 26 september 2010
  6. - .Social Problems. http://en.wikiversity.org/wiki/Social_problems. 26 september 2010